Sabtu, 26 Desember 2009

INMEMORIAL SDN BANJARBARU UTARA 2

SDN Banjarbaru Utara 2 adalah salah satu sekolah yang memiliki umur sangat tua, karena diperkirakan berdiri pada tahun 1953 sehingga umurnya sudah lebih setengah abad yang silam, sekolah ini pertama bernama Sekolah Rakyat Negeri 6 tahun No.3, data ini diperoleh dari sisa-sisa kebakaran tahun 2002, yaitu salah satu ijasah yang ditemukan atas nama ……… lulus tahun 1959 dengan nomor induk 37, sehingga saya berkeyakinan bahwa sekolah ini telah berdiri 6 tahun silam, artinya tahun 1959 dikurangi 6 tahun maka sekolah ini sudah berdiri sejak tahun 1953, karena data-data yang bisa menjelaskan kapan sekolah ini berdiri sampai saat ini belum ada. Namun suatu saat ada data baru yang bisa menjelaskan tentang sejarah sekolah ini maka akan kami perbaiki sesuai dengan data yang ada.

Pada tahun 1967 sekolah ini berubah nama menjadi Sekolah Dasar Negeri 6 tahun nomor 3, perubahan nama ini disesuaikan dengan perkembangan dan kemajuan sekolah dari berbau colonial menjadi nuansa kemerdekaan sehingga masyarakat merasa lebih memiliki dan bangga terhadap sekolah ini sampai pada tahun 1971 nama Sekolah Dasar Negeri 6 tahun nomor 3 berubah nama menjadi SDN 6 tahun Mawar Kencana.
Seiring dengan perkembangan dan kemajuan maka sekolah ini berubah nama menjadi SDN Mawar Kencana pada tahun 1972, hanya berselang 1 tahun kata 6 tahun dihilangkan.

Pada tahun 1973 sekolah ini berubah lagi namaya menjadi Sekolah Dasar Negeri Teladan Mawar Kencana, tambahan kata Teladan memberikan inspirasi kepada kita bahwa sekolah ini adalah sekolah rujukan dan sekolah percontohan bagi sekolah-sekolah yang ada di sekitarnya terutama sekolah sekolah negeri, namun berdasarkan data yang kami miliki tidak ada bukti-bukti tertulis yang mengisyaratkan sekolah ini memiliki segudang prestasi baik akdemik maupun non akademik, karena pada waktu itu kegiatan kegiatan yang bersifat lomba/pertandingan masih sangat langka dan kurang atau data itu habis turut terbakar pada tahun 2002 lalu.

Pada tahun 1986 sekolah ini berganti nama menjadi SDN Banjarbaru Utara 2 sampai sekarang, pada periode inilah prestasi dan prestise sekolah ini sangat menonjol terutama data atau fakta menunjukkan bahwa sekolah ini kaya akan prestasi baik tingkat gugus, kecamatan, kota, provinsi, maupun nasional.

No. Periode Nama Kepala Sekolah Keterangan
1 1953 - 1959 - Tidak ada data nama kepsek
2 1959 - 1975 Mohd.Roem
3 1975 - 1976 Guzali
4 1976 - 1978 Siti Zakiah S
5 1978 - 1980 A.Gavuri Maktub
6 1980 - 1986 Gusti Putu Kamasan
7 1986 - 1988 H.Roro Hertrien
8 1988 - 1999 HS.Aspihani
9 2000 - 2004 Ishak
10 2004 - 2009 Oyoh Kartikayah, A.Ma.Pd
11 2009 - sekarang Balawi AS, S.Pd

Kamis, 24 Desember 2009

SUPERVISI ALA PBS-IPA

Oleh Balawi AS.
Kepsek SDN Banjarbaru Utara 2 Kota Banjarbaru

PBS-IPA adalah guru biasa yang bertugas mendidik, mengajar dan melatih murid-murid di kelas, artinya mereka sama dengan guru lain pada umumnya, namun setelah menerima SK Walikota Banjarabru Nomor 182 tahun 2006, maka PBS-IPA adalah guru yang memiliki setumpuk tugas dan kewajiban yang menghadangnya, baik sebagai guru maupun sebagai penanggung jawab dalam kegiatan KKG khususnya mata pelajaran IPA di KKG, dan sebagai pembimbing guru IPA di masing-masing gugus.

Salah satu tugas yang paling berat adalah melakukan pendampingan di kelas terhadap guru anggota KKG IPA pada saat mengajar di kelas, “Mendampingi guru mengajar” khususnya pada waktu guru melakukan reel teaching, kegiatan ini bertujuan untuk memonitor sekaligus mengevaluasi terhadap guru anggota KKG IPA. Apakah segala sesuatu yang didapat pada waktu mengikuti kegiatan KKG di Gugus, baik berupa model, metode, teknik mengajar, dan penggunaan alat peraga dapat diaplikasikannya di dalam pembelajran atau tidak.

Dalam hal ini seorang PBS-IPA dituntut kepiawaiannya dalam mengelola, kegiatan ini, baik dalam bidang kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional maupun sosialnya. Karena keberhasilan maupun kegagalan dalam “Mendampingi saat guru mengajar” atau pelaksanaan reel teacing ini sangat ditentukan sekali oleh kemampuan seorang PBS-IPA, terutama kompetensi sosial untuk membangun komunikasi yang harmonis antara PBS dan sesama guru anggota KKG IPA.

Komunikasi yang dimaksud adalah bagaimana upaya membangun semangat kekeluargaan, kebersamaan, dan keterbukaan diantara anggota KKG dengan seorang PBS, sebab dengan keterbukaan diantara sesama anggota KKG semua permasalahan-permasalahan yang dihadapi guru-guru dalam mengajar dapat diselesaikan dengan baik.

Memang tidak semua guru anggota KKG bersedia untuk terbuka dalam hal mengemukakan kesulitan-kesulitan/kekurannya, terutama dalam kegiatan pembelajaran lebih-lebih kalau kegiatan mereka diawasi/diamati pada waktu dia mengajar di kelas, apalagi setelah selesai mengajar guru yang bersangkutan diberi kesempatan untuk merefleksikan diri sebelum diberikan feet back dari PBS-IPA.

Kegiatan yang telah diuraikan di atas merupakan istilah yang saya sebut adalah “Supervisi Ala PBS IPA” Mengapa?, karena ada beberapa alasan yang mendasarinya.
- Supervisi lazimnya dilakukan oleh Kepala Sekolah, atau Pengawas.
- Supervisi pada umumnya mencari kelemahan/kekurangan guru dalam mengajar, karena berkaitan sekali dengan penilaian kinerja seorang guru.
- Supervisi yang dilakukan PBS-IPA berupa shering pengalaman dan tukar pendapat untuk mencari solusi.
- Hasil supervisi hanya terfokus pada upaya peningkatan pembelajaran di kelas, bukan kerkenaan dengan kinerja.

Dari alasan-alasan tersebut di atas bahwa supervisi yang dilakukan PBS-IPA tidak perlu ditakuti, dikhawatirkan, ataupun dihindari tetapi malah justru harus lebih diperbanyak frekunsinya agar kemampuan mengajar kita lebih daripada orang lain.

Dasar pemikirannya “Supervisi Ala PBS IPA” sangat sederhana sekali, kalau boleh saya analogikan bahwa “Seorang pemain bola yang profesional sangat sulit sekali untuk mencari cacat atau kelemehannya dalam mengolah bola, baik berupa sekill maupun teknis, tetapi kenyataan membuktikan bahwa penonton di luar lapangan jauh lebih hebat daripada pemain itu sendiri terutama untuk memberikan komentar, atau memberi masukan terhadap pemain bola” padahal saya yakin penonton sendiri tidak terlalu pintar dalam hal bermain bola.

Artinya apa? Kalau kita hubungkan dengan kegiatan pembelajaran di kelas. Seorang PBS-IPA bukan orang yang serba bisa dalam mengajar di kelas, baik dalam hal memilih metode, model, pendekatan, strategi dan pemilihan alat peraga, namun karena PBS-IPA memposisikan diri sebagai supervisor (penonton bola) kalau kita ibaratkan dalam permain bola. Seorang penonton/supervisor jauh lebih mudah dalam hal melihat, atau mengamati kelemahan-kelemahan /kekurangan-kekurangan guru yang sedang mengajar di kelas ketimbang guru itu sendiri.

Oleh sebab itu PBS-IPA dalam mengamati guru mengajar pada waktu reel teaching tidak asal-asalan atau sembarangan, namun tetap memagang instrument yang baku, yaitu berisi 19 komponen yang dikelompokkom menjadi 6 katagori.
Adapaun 6 katagori seperti di bawah ini adalah :
1. Guru memperhatikan aturan Pembelajaran IPA
2. Penggunaan Peralatan IPA
3. Interaksi selama pembelajaran
4. Jawaban Siswa
5. Pengetahuan IPA Guru
6. Tingkah laku Guru

Dari instumen tersebut dimulai dari bagaimana Guru memperhatikan aturan Pembelajaran IPA, pada istrumen ini ada 7 komponen yang perlu diperhatikan guru dalam mengajar, seperti : Memotivasi siswa dengan bercerita, fenomena, eksperemen atau lainnya, PBS-IPA memberikan kebebasan kepada guru untuk memotivasi siswa dengan berbagai pilihan, yang penting pada komponen ini apakah sudah tercapai atau belum, terutama dalam memberikan motivasi.

Setelah itu bagaimana guru dalam upaya menggali pengetahuan awal siswa serta mengarahkan perhatian siswa kepada masalah pokok, pada komponen ini guru dituntut mampu menggali hal-hal yang telah dan belum diketahui anak agar lebih mudah dalam hal mengarahkan peserta didik pada pokok masalah yang akan dibahas /diajarkan.

Komponen lain yang tidak kalah pentingnya adalah apakah pembelajaran dirancang dan dilaksanakan sesuai tujuan, membimbing siswa membuat kesimpulan berdasarkan pengamatan dan / data, penggunaan papan tulis mengikuti urutan logis, guru melaksanakan pemantapan untuk memperkuat pemahaman siswa. Ini penting karena bagaimanapun hebatnya seorang guru dalam hal memberikan motivasi maupun menggali pengetahuan tetapi kalau kegiatannya tidak dirancang dengan baik maka hasilnya kurang memuskan karena pembelajaran tidak punya tujuan jelas.

Kalau pembelajaran sudah dirancang dengan baik, yang perlu diperhatikan juga bagaimana guru dalam membimbing siswa dalam mengerjakan LKS termasuk dalam hal membuat kesimpulan.
Setelah kesimpulan dibuat, apakah ada pemantapan dari seorang guru untuk memperkuat pemahaman siswa, ini juga tidak luput dari pengamatan. Coba anda bayangkan penggunaan papan tulis saat guru mengajar saja ada aturannya sehingga kita kalau mau professional harus berpegang pada aturan.

Komponen berikutnya adalah Interaksi selama pembelajaran, apakah ada siswa mengajukan pertanyaan yang sesuai dengan topik, guru memberikan penguatan positif , guru merangsang terjadinya interaksi, artinya dalam kegiatan pembelajaran itu apakah ada interaksi yang dilakukan siswa baik dengan bahan ajar, dengan siswa lain maupun dengan guru, baik berupa pertanyaan, pernyataan ataupun permasalahan. Kalau tidak terjadi interaksi yang diharapkan apakah ada upaya guru untuk merangsang anak untuk melakukan interaksi tersebut, baik dengan cara penguatan positif ataupun negatif tergantung situasi pada waktu itu.

Jawaban siswa dalam merespon kegiatan juga harus diperhatikan apakah siswa menjawab secara individual atau berjamah, ini juga penting diperhatikan agar anak yang mempunyai kemampuan lebih dan yang kurang selalu termonitor dengan baik, sehingga guru tidak keliru dalam menentukan katagori kualitatif terhadap anak didik. Sering kita menjumpai pada waktu anak menjawab pertanyaan guru, anak selalu menjawab bersama-sama “Berjamaah” ini terkesan anak yang berkemampuan kurangpun menjawab juga walaupun hanya mengikuti kawan yang berkemampuan lebih, ini tidak boleh terjadi terulang terus menerus karena akan berakibat fatal. Kita harus berani memastikan bahwa anak menjawab berdasarkan kemampuan sendiri bukan ada bisikan atau kata-kata teman yang lebih.

Kalau kita sudah mengetahui kemampuan siswa dalam menjawab pertanyaan secara individu, apakah siswa menjawab pertanyaan dengan kata-kata mereka sendiri, ini juga harus diperhatikan sehingga semua aktivitas anak termonitor dan terdeteksi dengan baik.

Kemudian apakah konsep yang diajarkan di kelas itu dapat dihubungkan dengan penerapan sehari-hari, atau apakah satu konsep pembelajaran dapat dihubungkan dengan konsep lain sehingga kelihatan betul korelasinya antara tiori pelajaran dengan kenyataan sehari-hari,

Komponen yang menjadi objek pengamatan terkahir adalah tingkah laku guru apakah pembelajaran dirancang dan dilaksanakan dengan suasana menyenangkan apa membosankan, ini juga hal yang tidak kalah pentingnya dengan komponen lain, sebab apabila pembelajaran tidak disenangi anak maka untuk mencapai tujuan itu sangat sulit karena siswa merasa tidak perduli dengan kegiatan pembelajaran, tetapi sebaliknya apabila siswa merasa senang dengan pembelajaran maka dengan sendirinya anak akan terlibat langsung dan tidak merasa kalau pelajaran akan berakhir sehingga anak merasa rugi apabila tidak mengikuti pelajarannya.
Disamping itu juga apakah suara gurunya jelas, nyaring, serta tidak monoton turut mempengaruhi dalam pembelajaran

Dari hasil supervise ini PBS selalu mendiskusikannya dengan guru yang didampingi saat mengajar, dengan tujuan agar guru mengetahui kelemahandan kelebihannya sehingga bersedia untuk memperbaiki pada pembelajaran berikutnya. Diskusi ini dilakukan berupa refleksi dari guru yang bersangkutan dan feed back dari PBS. Dari hasil diskusi ini direkomendasikan untuk perbaikan atau ditingkatkan. Itulah supervisi ala PBS IPA Kota Banjarbaru.

Kamis, 17 Desember 2009

PROFESIONALISME DAN KEJUJURAN PROFESI




Oleh Balawi AS


          Profesionalisme berasal dari kata profesional, kata profesional dalam kamus besar Bahasa Indonesia mempunyai arti suatu pekerjaan yang memerlukan kepandaian khusus untuk melaksanakannya, sementara kejujuran, berasal dari kata jujur yang berarti lurus hati, tidak curang, tulus atau ikhlas.
          Dua kata ini kalau digabung maka mempunyai pengertian tersendiri yaitu guru yang profesional ádalah guru yang mempunyai kepandaian yang tidak dimiliki oleh orang awam tetapi juga mempunyai hati yang tulus atau tidak curang terhadap pekerjaan yang ia geluti.
          Karena dua kata ini sebenarnya sangat melekat pada jiwa seorang guru (pendidik), sesuai dengan UU No 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen. Jelas guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah, namun kejujuran seorang guru masih diragukan oleh berbagai pihak, baik oleh pemerintah ataupun elemen masyarakat lainnya, sehingga guru harus introspeksi diri apakah yang selama ini dituduhkan pada dirinya benar-benar atau hanya keraguan semata.
Kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Profesi guru merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut:
-         memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;
-         memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia;
-         memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas;
-         memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas
-         memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan;
-         memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan 
     tugas keprofesionalan;
          Sebenarnya masyarakat, pemerintah atau lembaga apa saja tidak perlu ragu dengan profesionalitas dan kejujuran guru dalam segala hal, karena sudah jelas secara eksplisit prinsip-prinsip itu sudah tergambar dengan gamblang pada UU no 14 tahun 2005, namun karena adanya berbagai kepentingan baik oleh pemerintah, ataupun guru itu sendiri sehingga segala sesuatunya dipertaruhkan termasuk juga kejujuran seorang pendidik yang selama ini menjadi teladan bagi anak-anak.
          Sudah sebegitu jelekkah citra guru dimata pemerintah? Bisa dibayangkan disaat pelaksanaan ujian nasional (UN) untuk SMA dan SMP, atau UASBN untuk SD soal saja harus berada di tangan kepolisian, bahkan seorang guru atau panitia yang mengambil soal ujian harus dikawal kepolisian termasuk mengantar lembar jawaban ke panitia Kota.
          Artinya jika soal itu berada di tangan panitia sekolah dikhawatirkan soal itu bocor, soal itu diberitahu anak didik duluan, lalu kalau kita hubungkan antara prinsip-prinsip profesionalisme yang tertera dalan UU no 14 tahun 2005 jelas sangat bertentangan sekali, dimana guru yang profesional adalah memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia, dari komitmen yang dibangun dalam prinsip ini jelas memiliki keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia, jadi apabila guru yang melakukan pelanggaran terhadap komitmen yang kita bangun dalam UU tersebut, maka guru itu melanggar dan harus dihukum sesuai dengan peraturan yang berlaku, agar citra guru dimata pemerintah dan masyarakat bersih.
          Kalau guru memiliki akhlak mulia maka jangan ragukan kejujurannya baik kejujuran terhadap dirinya ataupun kejujuran terhadap orang lain dan profesinya.
Disamping guru harus memiliki akhlak mulia guru juga harus mempunyai prinsip memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan; ini berarti guru juga memiliki tanggung jawab terhadap tugas sebagai guru, sebagai pendidik maupun sebagai agen rahasia negara dalam hal menyimpan dan melaksanakan dokumen negara seperti soal dan pelaksanaan UAN/UASBN.
          Kenyataan di lapangan sampai saat sekarang masih saja ada oknum guru dengan sengata membuat skenario proses UAN/UASBN menjadi tidak jujur, coba anda bayangkan ada sebuah sekolah yang tidak lulus ujian 100% gara-gara percaya dengan selebaran jawaban palsu yang mereka beli, dengan alasan apa mereka percaya dengan selebaran tersebut tanpa mempertimbangkan akal sehat dan hati nurani yang murni, kita tahu semua bahwa UAN/UASBN sudah dirancang dan didesain sedemikian rupa oleh pemerintah agar tidak terjadi kebocoran, namun masih ada saja upaya-upaya negatif yang dilakukan oleh oknum guru yang dengan sengaja merusak citra profesionalitasnya sendiri. Apakah ini sebuah jawaban profesionalisme? Oh tidak, tidak, tidak ini hanya permainan oknum yang mencari keuntungan finansial belaka, atau mempertahankan gengsi, malu, atau dikatakan tidak berhasil tetapi mencoreng kejujuran dan profesionalisme itu sendiri. Seberapa banyakkah oknum guru yang bermental seperti ini? Jawabannya hanya Allah dan guru itu sendiri.
          Marilah kita belajar dari pengalaman dan belajar menganalisis Kisi-kisi yang telah disebarkan oleh pemerintah, semua jenjang sekolah pasti mendapatkan kisi-kisi bersamaan dengan POS (Pedoman Operasional Standar) dari BSNP jauh hari sebelum pelaksanaan UAN/UASBN sehingga dalam pelaksanaan try out kita bisa lihat indikator yang mana yang sebagaian siswa kurang berhasil, bisa kita lakukan penekanan-penekanan/pendalaman atau pengulangan dengan berbagai bentuk soal lain terhadap indikator tersebut agar siswa menguasai betul indikator yang dimaksud. Kita melakukan try out beberapa kali tetapi kurang memberikan arti yang signifikan karena hasil try out tidak dianalisis secara kritis, tetapi hanya sebagai patokan atau gambaran awal belaka, sehingga begitu masa ujian berlangsung kurang bermanfaat bagi anak.